TIDAK
TERTANDINGI WALAU SEDEKAH EMAS SEBESAR GUNUNG UHUD -
Kisah itu berawal ketika Umar keluar masjid bersama al-Jarud al-‘Abdi
dan yang lain. Tiba-tiba ada wanita tua di jalan. Umar kemudian
mengucapkan salam kepadanya. Wanita itu pun menjawab salamnya. Dalam
riwayat al-Darimi diterangkan bahwa wanita itu kemudian meminta Umar
untuk berhenti. Umar pun mendekat dan menundukkan kepalanya demi
mendengarkan wanita tersebut berbicara. Selanjutnya wanita itu memberi
wejangan, ”Bertakwalah engkau kepada Allah dalam mengurus rakyat.
Ketahuilah, barangsiapa yang takut akan ancaman Allah maka yang jauh
(hari akhirat) akan terasa dekat. Barang siapa yang takut akan kematian,
maka ia akan khawatir kehilangan kesempatan.” Para sahabat
yang berdiri bersama Umar kemudian bertanya, “Wahai Amirul Mukminin,
engkau telah menghentikan sekian banyak orang (ikut berhenti karena
tidak mau mendahului umara) demi wanita renta ini?” “DEMI Allah andaikan
dia berdiri sampai malam, maka aku tidak akan meninggalkannya kecuali
untuk shalat.” Begitulah komitmen Umar Radhiyallahu ‘anhu untuk setia
mendengarkan taushiah (nasehat) wanita renta di pinggir jalan. Padahal
ketika itu Umar adalah seorang khalifah. Khalifah itu pemimpin dunia
Islam, bukan negara, atau kerajaan yang dinamakan sultan dsb.
Siapa pun yang mengetahui kisah ini akan semakin kagum kepada Umar. Ia
rela menghentikan langkahnya, lalu mendengar dengan seksama petuah
wanita itu meski dalam waktu lama. Ini adalah teladan luar biasa yang
tidak banyak dilakukan manusia, apalagi orang yang merasa telah
menempati posisi terhormat di masyarakat. Rumus ini bukanlah kesimpulan
manusia, tetapi kesimpulan Sang Pencipta manusia. Jika demikian, rumusan
ini pasti benar, tanpa boleh diragukan.
“Dan sesungguhnya
Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf [7]: 179)
Satu-satunya rumus untuk menjadi manusia yang baik adalah menaati
petunjuk Sang Pencipta yang terangkum dalam wahyu-Nya. Dalam rangka itu
mesti ada proses penerimaan informasi mengenai tuntunan tersebut.
Tersumbatnya informasi berakibat fatal. Manusia bisa gagal menjadi baik.
Jadi, Allah Yang Maha Bijaksana tidak mungkin menutup pintu informasi
tersebut bagi hamba-Nya. Inilah yang diterangkan Allah Ta’ala dalam
al-Qur`an:
“Sesungguhnya mahluk bergerak yang bernyawa yang seburuk-buruknya pada
sisi Allah ialah; orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak mengerti
apa-apapun. Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka,
tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.” (Al-Anfal [8]: 22-23)
Setiap informasi dari kitabullah dan hadist, sunnah para Nabi,
Shahabat, Tabiin yang berkilau telah terjamin mengenai peluang kebaikan,
baginya adalah temuan paling berharga. Terlebih dizaman ini
saudaraku... Tidak mengherankan bila Allah Ta’ala menyebutkan bahwa
sikap ambisius untuk berburu INFORMASI kebaikan dengan menyeleksi secara
seksama setiap ucapan tentang PETUNJUK ALLAH adalah ciri pertama
kepribadian para hamba-Nya.
Tidak sedikit ayat-ayat Alquran di
mana di dalam surat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala menyanjung
mereka, salah satunya adalah Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada
Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir-
sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan
yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
“Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku,
seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung
Uhud, maka (infaknya tersebut) tidak menandingi satu mud atau setengah
mud (infak) salah seorang dari mereka.” (Muttafaq alaihi, Mukhtashar
Shahih al-Bukhari no. 1755, Mukhtashar Shahih Muslim no. 1746)
Emas sebesar Uhud dari kita tidak menandingi satu bahkan setengah mud
salah seorang dari mereka. Sebuah perbandingan yang boleh dikatakan
antara langit dan bumi. Hal itu tidaklah aneh dan bukanlah sesuatu yang
mengherankan, karena mereka adalah generasi terbaik umat ini dengan
kesaksian Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang setelah
mereka, kemudian orang-orang setelah mereka.” (HR. al-Bukhari dari Ibnu
Mas’ud dan Muslim dari Imran bin Hushain. Mukhtashar Shahih al-Bukhari,
no. 1118; dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1743)
Mari semuanya
bersemangat, janganlah melihat siapapun asalkan ia bicara benar
mengingatkan kita jalan kebenaran yang sudah Allah jamin yaitu generasi
awal Islam dan mengikuti sunatullah mereka, semuanya EMAS, kenapa karena
Allah yang menjamin Para Nabi dan shahabatnya. Semoga diantara kita
tidak lagi menutup kuping, berbeda jalan, EGP dengan semua petunjuk
Allah yang diperuntukkan untuk kita, jauhi semua pendapat yang berbeda
dengan Sunatullah Petunjuk, ikutilah yang sama walaupun pahit sekalipun
karena itulah EMAS kita yang sesungguhnya.
Semoga kita semua
saling mencintai karena Allah, betapa beratnya menjalani zaman ini
melihat tidak sedikit saudara kita beragama sesuai pendapat berbeda,
marilah kita sama-sama belajar, perhatian terhadap hadist shahih,
ayat-ayat Allah, kisah para Shahabat, tabiin semoga bisa dibuat kisahnya
yaa disini, semua bisa menyimak dicatat, disebarkan agar menjadi rahmat
kita semua karena ilmu Allah ini beneran emas dalam kita mengamalkan Al
Islam. Yaa Robb kami disini, para rekanan Ustadz dan Assatidz mencintai
para shahabat jamaah semua.. jadikanlah kami bisa membuat yang terbaik
bagi saudara kami, amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar